Undanganmu.id

Pernikahan Adat Bugis

Pernikahan adat Bugis merupakan salah satu upacara pernikahan tradisional di Sulawesi Selatan yang masih dilestarikan hingga saat ini. Upacara pernikahan adat Bugis melibatkan banyak tahapan dan ritual, yang dijalankan dengan penuh keceriaan dan keakraban antara kedua keluarga yang akan dijodohkan. Berikut adalah beberapa tahapan dalam pernikahan adat Bugis. 

1. Mappacci’ing

Tahapan pertama dalam pernikahan adat Bugis adalah mappacci’ing atau bertunangan. Mappacci’ing adalah sebuah tradisi atau ritual yang dilakukan oleh suku Bugis di Sulawesi Selatan pada saat pernikahan. Tradisi ini biasanya dilakukan setelah acara akad nikah selesai. Kata “mappacci’ing” sendiri berasal dari bahasa Bugis yang berarti “memotong”. Ritual ini dilakukan untuk memotong daging kerbau atau sapi yang kemudian dibagikan kepada para tamu undangan.

Ritual Mappacci’ing diawali dengan pemotongan seekor kerbau atau sapi oleh seorang pemuka adat. Setelah itu, daging tersebut dibersihkan dan dipotong menjadi potongan-potongan kecil. Potongan daging ini kemudian dibungkus dengan daun pisang dan diletakkan di atas selembar daun pisang yang lebih besar. Kemudian, daun pisang tersebut dilipat menjadi satu paket yang kemudian diikat dengan tali. Setelah semua potongan daging telah dibungkus dan diikat, paket-paket tersebut kemudian dibagikan kepada para tamu undangan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan penghormatan kepada mereka yang hadir pada acara pernikahan tersebut. Tradisi Mappacci’ing ini biasanya dilakukan untuk menghormati tamu undangan yang telah hadir dan memberikan doa serta dukungan bagi pasangan yang baru menikah.

Selain sebagai bentuk ucapan terima kasih, tradisi Mappacci’ing juga memiliki nilai-nilai sosial dan keagamaan yang kuat. Tradisi ini mengajarkan pentingnya persaudaraan, kebersamaan, dan kepedulian antar sesama, serta nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh suku Bugis. Mappacci’ing juga dianggap sebagai bagian dari proses pembelajaran adat dan nilai-nilai kearifan lokal suku Bugis. Dalam pelaksanaannya, tradisi Mappacci’ing dapat menimbulkan nilai positif bagi masyarakat, seperti rasa kebersamaan, rasa saling peduli, serta memperkuat silaturahmi antar anggota masyarakat. Selain itu, tradisi ini juga dapat menjadi daya tarik wisata bagi para wisatawan yang tertarik untuk mempelajari kebudayaan suku Bugis.

Secara keseluruhan, Mappacci’ing adalah sebuah tradisi yang memiliki nilai-nilai sosial dan keagamaan yang kuat bagi masyarakat suku Bugis. Selain itu, tradisi ini juga menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya dan kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.

2. Mangngara’I Balo-Balo

Tahap selanjutnya adalah mangngara’i balo-balo, Mangngara’i Balo-Balo adalah sebuah tradisi adat yang berasal dari suku Manggarai di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tradisi ini biasanya dilakukan saat acara pernikahan atau upacara adat lainnya. Mangngara’i Balo-Balo adalah sebuah prosesi pengantaran hadiah pernikahan atau upeti dalam bentuk hewan-hewan ternak yang dikemas dalam sebuah upacara adat yang khas. Dalam tradisi Mangngara’i Balo-Balo, para keluarga mempersiapkan hadiah pernikahan dalam bentuk hewan-hewan ternak seperti sapi, kerbau, atau babi. Hewan-hewan tersebut kemudian dihias dengan kain tenun dan diarak dalam prosesi pernikahan dengan diiringi oleh musik tradisional. Prosesi ini biasanya diawali dengan tarian adat yang dipimpin oleh seorang pemuka adat atau tetua adat. Setelah prosesi Mangngara’i Balo-Balo tiba di rumah mempelai, hadiah pernikahan tersebut kemudian diantarkan ke pelaminan oleh pihak keluarga pengantin. Hadiah pernikahan tersebut kemudian diucapkan secara simbolis sebagai tanda ucapan terima kasih dan penghormatan kepada keluarga mempelai.

Tradisi Mangngara’i Balo-Balo memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Manggarai. Tradisi ini melambangkan kasih sayang dan penghormatan kepada pasangan yang baru menikah, serta sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran keluarga. Selain itu, tradisi Mangngara’i Balo-Balo juga menjadi sebuah ajang untuk mempererat tali silaturahmi antar keluarga dan kerabat yang hadir dalam acara pernikahan tersebut. Dalam perkembangan zaman, tradisi Mangngara’i Balo-Balo masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Manggarai sebagai bagian dari kekayaan budaya dan warisan leluhur mereka. Bahkan, tradisi ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata bagi para wisatawan yang tertarik untuk mengenal lebih jauh kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Manggarai.

Secara keseluruhan, Mangngara’i Balo-Balo adalah sebuah tradisi adat yang memiliki makna yang mendalam dan nilai-nilai kearifan lokal yang tinggi bagi masyarakat Manggarai. Tradisi ini juga menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya. 

3. Mappasikenna

Tahap selanjutnya adalah mappasikenna atau ritual pembukaan khitanan. Mappasikenna adalah sebuah tradisi adat yang berasal dari suku Bugis di Sulawesi Selatan. Tradisi ini biasanya dilakukan pada acara pernikahan atau upacara adat lainnya sebagai tanda ucapan terima kasih dan penghormatan kepada tamu undangan yang hadir dalam acara tersebut.

Dalam tradisi Mappasikenna, para tamu undangan yang hadir dalam acara pernikahan atau upacara adat lainnya akan diberikan sejumlah hadiah dalam bentuk uang tunai atau barang-barang yang bernilai. Hadiah ini diberikan oleh keluarga pengantin atau tuan rumah acara sebagai tanda penghormatan dan ucapan terima kasih atas kehadiran tamu undangan. Setelah tamu undangan menerima hadiah dari keluarga pengantin atau tuan rumah acara, mereka kemudian akan membalasnya dengan memberikan sejumlah uang tunai sebagai bentuk penghormatan dan tanda terima kasih atas undangan yang diterima. Uang tunai yang diberikan oleh tamu undangan tersebut kemudian akan dicatat dalam sebuah buku catatan sebagai tanda penghargaan atas hadiah yang diterima.

Tradisi Mappasikenna memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Bugis. Tradisi ini melambangkan rasa terima kasih dan penghormatan kepada tamu undangan yang hadir dalam acara pernikahan atau upacara adat lainnya. Selain itu, tradisi ini juga menjadi sebuah ajang untuk mempererat tali silaturahmi antara keluarga pengantin atau tuan rumah acara dengan tamu undangan. Dalam perkembangan zaman, tradisi Mappasikenna masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Bugis sebagai bagian dari kekayaan budaya dan warisan leluhur mereka. Bahkan, tradisi ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata bagi para wisatawan yang tertarik untuk mengenal lebih jauh kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Bugis.

Secara keseluruhan, Mappasikenna adalah sebuah tradisi adat yang memiliki makna yang mendalam dan nilai-nilai kearifan lokal yang tinggi bagi masyarakat Bugis. Tradisi ini juga menjadi salah satu bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.

4. Mabbittu

Tahap berikutnya adalah mabbittu, Mabbittu adalah salah satu tradisi adat yang berasal dari masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan. Tradisi ini dilakukan pada saat upacara pemakaman sebagai bagian dari rangkaian adat dalam prosesi pemakaman yang disebut Rambu Solo. Dalam tradisi Mabbittu, keluarga dan kerabat dekat yang hadir dalam upacara pemakaman akan memberikan sejumlah uang atau hadiah dalam bentuk lainnya kepada orang yang bertugas memimpin upacara, yang disebut dengan nama Pangngae. Selain itu, uang atau hadiah juga akan diberikan kepada para pembantu dan tim yang membantu mengatur seluruh prosesi pemakaman. Tradisi Mabbittu memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Toraja. Uang atau hadiah yang diberikan kepada Pangngae dan timnya melambangkan rasa terima kasih dan penghargaan atas kehadiran dan kerja keras mereka dalam membantu keluarga dalam upacara pemakaman. Selain itu, tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk mempererat tali silaturahmi antara keluarga dan kerabat dekat dengan orang-orang yang membantu dalam upacara pemakaman.

Meskipun tradisi Mabbittu memiliki makna yang mendalam dan penting bagi masyarakat Toraja, namun dalam beberapa tahun terakhir tradisi ini mulai mengalami perubahan. Beberapa orang menganggap tradisi Mabbittu sebagai bentuk praktik korupsi karena adanya pemaksaan atau tekanan kepada keluarga yang sedang berduka untuk memberikan uang atau hadiah yang lebih besar dari yang seharusnya. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dan lembaga adat setempat berupaya untuk menjaga dan melestarikan tradisi Mabbittu dengan memperbaiki tata cara pelaksanaannya. Hal ini dilakukan dengan mengedukasi masyarakat dan memberikan aturan yang jelas mengenai jumlah uang atau hadiah yang seharusnya diberikan dalam tradisi Mabbittu.

Secara keseluruhan, tradisi Mabbittu adalah bagian dari kekayaan budaya masyarakat Toraja dan merupakan salah satu warisan leluhur yang harus dijaga keberlangsungannya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjaga dan melestarikan tradisi Mabbittu dengan cara yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku.

5. Mammampang

Tahap selanjutnya adalah mammampang atau ritual penempelan benang pada jari kedua mempelai. Dalam tradisi Mammampang, pihak yang mengadakan acara akan memberikan bingkisan atau hadiah kepada tamu undangan yang datang. Bingkisan tersebut biasanya berupa kain sarung atau baju yang diberikan kepada tamu pria, dan kain sarung atau baju kurung yang diberikan kepada tamu wanita.

Selain itu, dalam tradisi Mammampang juga dilakukan prosesi pengantaran tamu oleh rombongan dari pihak yang mengadakan acara. Rombongan ini terdiri dari orang-orang yang dipilih oleh pihak yang mengadakan acara, dan mereka akan mengantarkan tamu dari tempat parkir hingga ke tempat acara berlangsung. Tradisi Mammampang memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Bugis-Makassar. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghargaan kepada tamu yang datang untuk merayakan momen penting bersama dengan pihak yang mengadakan acara. Selain itu, tradisi ini juga dianggap sebagai cara untuk mempererat tali silaturahmi dan menjalin hubungan yang baik antara kedua belah pihak.

Meskipun tradisi Mammampang memiliki makna yang positif, namun dalam beberapa tahun terakhir tradisi ini mengalami perubahan dan kontroversi. Beberapa orang menganggap tradisi Mammampang sebagai bentuk praktik yang terlalu mahal dan membebani pihak yang mengadakan acara, terutama jika tamu yang diundang sangat banyak. Oleh karena itu, perlu ada kesepakatan dan aturan yang jelas mengenai pelaksanaan tradisi Mammampang agar tidak menimbulkan beban dan masalah bagi pihak yang mengadakan acara.

6. Mappabasang

Tahap terakhir dalam pernikahan adat Bugis adalah mappabasang atau prosesi pengantin masuk ke rumah pengantin laki-laki. Pada tahap ini, kedua mempelai akan memasuki rumah baru mereka dan disambut dengan berbagai acara pesta dan kesenian tradisional.

 

         Pernikahan adat Bugis merupakan sebuah upacara yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal, dimana kedua mempelai juga menghormati keluarga besar dan masyarakat sekitar. Dalam upacara ini, banyak ditemukan simbol-simbol kepercayaan yang mengikat kedua mempelai dan keluarga mereka secara erat. Melalui pernikahan adat Bugis, kita dapat mempelajari kekayaan budaya dan tradisi yang masih terjaga hingga saat ini.